Minggu, 17 Februari 2008

Kisah Raja Akuarium

"Raja Akuarium" Bermodal Coba-coba

Anton Saksono

Dari belajar secara otodidak, Anton Saksono mampu membuat speedboat, terowongan bawah laut, akuarium di TMII, dan berbagai akuarium raksasa. Kini ia meneruskan keahliannya kepada anak bungsunya lewat PT Lovina Laras.

Kecintaan Anton Saksono pada dunia satwa tak perlu diragukan lagi. Di rumahnya ia mengoleksi beberapa burung, ikan, dan musang yang terbilang langka. Sejak kecil ia memang berada di tengah keluarga yang suka akan satwa. Kecintaan pada satwa itu bahkan membuat Anton rajin ikut dalam berbagai perhimpunan satwa. Di antaranya menjadi presiden Perhimpunan Anjing Ras Indonesia, pendiri South East Asia Zoo

Association, dan pendiri Perhimpunan Langlang Buana Merpati Pos. "Semua itu tak ada duitnya, tetapi saya senang berkumpul dengan teman sehobi," ungkap Anton.

Sekalipun suka akan satwa, Anton tidak bekerja di dunia satwa. Saat masih menjadi orang kantoran, Anton biasanya menangani HRD. Ia, misalnya, pernah bekerja di United International Plastic, Pfizer Indonesia, dan terakhir di PT Gunung Agung, sebagai manajer HRD. Akhirnya Anton memutuskan untuk berhenti. Anton mengaku tak ingin selamanya menjadi "kuli". "Sudah saatnya berusaha sendiri," ujarnya.

Anehnya, ketika mencoba menjadi entrepreneur, pilihan Anton bukan ke dunia satwa. Ia malah menjadi produsen speedboat. Alasannya, bisnis ini masih jarang dilirik orang, padahal harga produknya lumayan tinggi. Walau belum berpengalaman, Anton tidak meminta bantuan ahli fiber, ia hanya dibantu tiga orang saja. "Saya baca berbagai buku tentang bagaimana membuat speedboat. Agar paham, saya membeli satu speedboat dan membongkarnya," kata Anton. Dari cara otodidak itu, lahirlah speedboat berkapasitas 30-an orang dengan harga ratusan juta rupiah. "Selesai bikin satu kapal, bisa istirahat beberapa bulan," ujar Anton, yang mengaku pernah mendapat pelanggan orang Brunei.

Keberhasilannya membuat kapal sempat dikomentari oleh seorang dosen IPB. "Saya dibilang seperti malaikat. Tanpa belajar bisa bikin speedboat dengan kualitas baik," ungkapnya. Sayangnya, sekalipun sempat sukses, bisnis speedboat terpaksa ia hentikan. Maklum saja, saat itu bahan baku yang diimpor dari Amerika, harganya membubung tinggi. "Dolarnya naik cukup tinggi, sulit bagi saya meneruskannya," kata Anton.

Saat itulah Anton kembali teringat akan dunia faunanya. Kesukaannya pada ikan hias membuat dia berniat menjual ikan hias dan akuarium. Namun, Anton tak ingin menjual akuarium biasa. Ia berniat membuat akuarium raksasa. Ide pembuatannya ia dapat dari pemandangan danau. "Saya ingin suasana danau ada di akuarium, sehingga seperti danau yang dilihat dari kaca." Mengenai isi akuarium itu sendiri, Anton membatasi hanya pada ikan air tawar. "Saya tak ingin menjual ikan laut karena bisa merusak lingkungan."

Bersamaan dengan itu, Anton berniat pula menjadikan ikan hias sebagai koleksi satwa di kebun binatang. Namun, karena merasa idenya tak ditanggapi, Anton lalu mencari tempat lain. Waktu itu Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menjadi pilihannya. Idenya disambut baik oleh Ibu Tien (almarhum). Untuk mengegolkan proyek bernilai US$6,5 juta itu, ia pun membuat akuarium besar di rumahnya sebagai contoh. "Pembuatan akuarium di rumah saya menghabiskan puluhan juta rupiah," ujarnya. Akhirnya, setelah

melakukan pendekatan selama lima tahun, proyek pembuatan pun diserahkan ke tangannya. "Upah saya tidak banyak, hanya US$500 ribu," ujar Anton, yang sempat diutus oleh Soeharto ke Jerman sebagai diplomat satwa.

Keberhasilannya itu menjadikan Anton populer di kalangan pencinta ikan hias. Sekitar 50 akuarium besar pernah ia buat. Akuarium buatannya tersebar di Jakarta, Bali, dan Melbourne, Australia. "Minimal Rp100 juta untuk pembuatan satu akuarium ukuran 2x6 meter, ini sudah termasuk ikan hias," ujarnya. Harga itu akan bertambah kalau ikan yang diminta adalah jenis arwana merah. "Harga ikan ini bisa sampai Rp40 juta seekor," ujar Anton yang pernah mendapat order senilai Rp500 juta ini. Kalau dilihat dari harganya, sudah tentu peminat akuarium Anton berasal dari kelas atas. Karya besar Anton lainnya adalah akuarium yang ia buat di guest house Soni Harsono, Nusa Dua, Bali. Anton menaruh akuarium sepanjang beberapa puluh meter di langit-langit rumah itu. "Kalau biasanya kita lihat tubuh ikan, di sini yang dilihat pantat ikan," ujarnya sambil tertawa.

Tidak hanya itu, Anton juga mampu membuat terowongan di bawah laut. Terowongan itu berada di Pulau Putri, Kepulauan Seribu. "Dana yang dihabiskan sebesar Rp1 miliar," kata pria yang mengaku selalu ingin spektakuler ini. Pembuatan terowongan itu terbilang sulit. Sekalipun begitu, Anton mengaku tidak memakai teknisi ahli. "Terowongan itu diberi beban 300 ton lalu dicelupkan di laut," ujar Anton, yang mengaku semuanya ia kerjakan dengan modal coba-coba.

Bersamaan dengan lancarnya bisnis akuarium, Anton juga menjalin hubungan ke luar negeri lewat PT Lovina Laras miliknya. Pelanggan tetap berasal dari Amerika dan Eropa. "Saya menjual ikan jenis rainbow, kongu tetra, dan sebagainya. Harganya sekitar Rp3.000 per ekor, tetapi saya tak melayani pembeli lokal." Setiap minggu, kedua negara itu memesan sekitar 40 boks ikan dengan nilai US$7.000. Harga itu hanya untuk nilai ikan. "Ongkos kirim mereka yang tanggung," kata Anton.

Agar tidak ditipu, Anton selalu meminta pembayaran di muka. Untuk memudahkan komunikasi, ia melayani pemesanan via internet. "Kini banyak yang memesan lewat website www.lovinalaras.com," katanya. Perusahaan ini ia dirikan tiga tahun lalu di lahan seluas 6.000 m2 di Cibubur. "Saat itu investasinya Rp1 miliar," tambah Anton.

Melihat anak bungsunya berminat pada bisnis ikan hias, Anton pun menyerahkan PT Lovina Laras kepada

putranya itu. "Dia tamatan D3 perikanan di IPB," kata Anton. Agar bisnis berjalan lancar, Anton tetap memantau perusahaan miliknya. "Ikan hias sangat sensitif. Dalam satu malam bisa mati semua, jadi harus hati-hati," ujar Anton, yang namanya dipakai sebagai nama ikan oleh scientist.

Demi kepuasan pemesan, Anton memberikan garansi bahwa ikan akan diganti kalau mati dalam pengiriman. "Terhitung 24 jam setelah ikan diterima pemesan, kalau ikan itu mati, saya tanggung jawab," ujarnya. Mengenai biaya perawatan ikan di lahan miliknya, ia mengaku tak banyak mengeluarkan uang untuk itu. Bahkan karyawannya pun hanya enam orang. "Ikan mudah mati kalau terlalu kenyang," ujar pria kelahiran Solo, 7 April 1939 ini. Untuk memudahkan penjualan, Anton memisahkan setiap jenis ikan dalam

tiga tempat, yaitu ikan kecil, sedang, dan besar.

Tidak semua ikan ia ternakkan sendiri. Ikan yang terbilang sudah umum dan tidak terlalu mahal, ia pesan dari peternak lain. "Saya hanya menernakkan ikan aneh seperti blindfish dari Meksiko, bikardi dari Amerika Selatan, dan lelepi dari Afrika," ujar Anton. Menurut dia, harga ikan-ikan itu bisa mencapai puluhan ribu rupiah per ekor. Belakangan ini Anton juga menjalin kerja sama dengan Kebun Binatang Ragunan, yang ingin dibuatkan akuarium besar.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Oom Anton, sy illya putri sjam nm.. krn tdk ad kontak hp oom sy mau ksh kabar papa sjam nm meninggal dunia tgl 15 July 2019.. 081905062552

yardleighfaber mengatakan...

T-Shirt: - Titanium trim as seen on tv
T-Shirt: - T-Shirt. titanium chain A collection of classic vintage T-Shirt. T-Shirt babyliss pro nano titanium flat iron - Titanium trim ford focus titanium hatchback as seen on tv. titanium network surf freely T-Shirt titanium hip - T-Shirt.

toshes mengatakan...

useful link realistic sex dolls,sex toys,cheap sex dolls,dog dildo,real dolls,dildos,realistic dildo,sex doll,wholesale sex toys click here to investigate

Google