Minggu, 17 Februari 2008

Ambisi

Berambisi Menjadi Walt Disney-nya Indonesia

Ia tak bisa menggambar tetapi ngotot memasarkan produk animasi yang di Indonesia belum banyak dikenal. Melalui perusahaan yang ia dirikan, Red Rocket Animation, Poppy Palele ingin jadi kampiun dunia animasi di Tanah Air.

Tidak pernah terbayang di benak seorang Poppy Palele kecil yang pemalu menjadi dirinya seperti sekarang. Bermodal nekat dan semangat tinggi, Poppy yang tidak pernah sekolah khusus animasi ini kini menjadi salah seorang di antara sedikit pelaku bisnis animasi terdepan di negeri ini. Melalui perusahaan yang ia dirikan sekaligus ia kelola, Red Rocket Animation, Poppy menjadi pebisnis yang sangat diperhitungkan di bisnis yang baru digeluti segelintir perusahaan ini. Siapa yang menyangka pula kalau Poppy sebenarnya justru tidak pernah bisa menggambar.

Riwayat entrepreneurship Poppy memang tergolong unik. Selepas SMA di Bandung, Poppy dikirim oleh orang tuanya ke Kanada pada 1984 untuk melanjutkan studi. Awalnya hanya protes yang ada di pikirannya. Namun ternyata didikan keras dan disiplin tinggi yang diberikan orang tuanya menjadi bekal utama bagi Poppy dalam melewati hidup. Mengaku menyukai bermacam- macam tipe manusia, menjadi alasan buat wanita yang lahir di Bandung ini memilih jurusan psikologi ketika studi di negeri orang. Setelah

menggondol gelar bachelor, Poppy memutuskan kembali pulang ke Indonesia. "Kacang tidak pernah lupa pada kulitnya," ujarnya.

Sesampainya di Indonesia, Poppy sempat bingung, "Mau ngapain saya?" Kemudian ada beberapa temannya dari sebuah televisi swasta yang memberi informasi bahwa dunia animasi dinilai sangat menjanjikan, tetapi masih sedikit orang yang mau menggelutinya. Kalaupun ada yang menerjuninya, sebagian besar adalah perusahaan periklanan. Apalagi saat itu, sekitar tahun 1992, ada dua televisi swasta yang menjadi lahan bagus dunia animasi. Walau begitu, Poppy sempat ragu karena di Indonesia bisnis animasi belum menjadi sebuah industri seperti di negara-negara besar lainnya semacam Amerika, Kanada, bahkan juga Jepang.

Memboyong Kawan-kawan

Poppy pun lantas berpikir, mengapa bukan ia sendiri yang menjadikan animasi dikenal dan makin maju di Indonesia? Akhirnya Poppy kembali terbang ke Kanada menemui teman-temannya. Dari sanalah dia kemudian "memboyong" beberapa pentolan animasi asal Kanada, AS, Belanda dan Selandia Baru yang mempunyai jam terbang tinggi dan biasa terlibat di proyek internasional ke Indonesia.

Setelah semua persiapan selesai, Poppy dengan dibantu tim kecilnya yang berjumlah 13 orang mendirikan Red Rocket Animation yang bermarkas di Bandung. "Dari awal saya memang ingin memajukan dunia animasi di Indonesia lewat Red Rocket," ungkapnya yakin. Sebagai pekerjaan awal adalah membuat animasi berdurasi pendek untuk iklan televisi, logo stasiun televisi, TV bumper dan juga animasi sebagai pembuka program televisi (program opening). Beberapa karya yang melekat dalam benak pemirsa adalah

iklan Cheetos, iklan RC Cola, maskot SCTV, program opening MTV land dan TV bumper untuk acara MTV. Karya yang masih fresh adalah program opening dan TV bumper Metro TV.

Setelah menyelesaikan animasi berdurasi pendek, Poppy sering mendapat tantangan dan "tekanan" dari orang-orang di sekelilingnya untuk membuat animasi berdurasi panjang. Namun Poppy cukup hati-hati jika ingin mencoba sesuatu yang baru. Apalagi untuk animasi semacam itu dibutuhkan tim yang lebih besar.

Namun ternyata Poppy harus menerima "nasibnya" untuk memproduksi program televisi berdurasi 30 menit. Hasil kerja kerasnya adalah serial dongeng Aku dan Kau yang disponsori oleh Nestle (produsen susu Dancow). "Luar biasa. Kami hanya biasa mengerjakan animasi dengan durasi 30 detik dalam waktu dua minggu, tetapi harus mengerjakan animasi durasi 30 menit untuk 13 episode dalam waktu satu tahun,"

ujarnya. Dengan kerja tim yang kompak, akhirnya terlewati juga satu tantangan. Sekarang Poppy sedang bersiap-siap menerima order baru lagi dari Nestle, melanjutkan 13 episode terdahulu.

Bagi Poppy, melakoni pekerjaan yang satu ini memang perlu idealisme tinggi. Itu sebabnya Poppy selalu menekankan kepada 60 anak buahnya untuk tidak cepat merasa puas. "Percuma kan kalau setahun atau dua tahun mereka 'dicekoki' segala sesuatu tentang animasi, kemudian karena mereka tidak tahan dan ingin gaji besar, mereka keluar," kata Poppy.

Menurut Poppy, dalam bisnis ini, model pemasaran yang agresif sangat dibutuhkan. "Animasi kan bukan barang nyata. Jadi kalau kami tidak rajin menanamkan product knowledge dan memasarkannya dengan sistem jemput bola, habislah kami," ujar wanita yang hobi bepergian ini.

Bekal iman yang kuat memang menjadi modal besar buat seorang tenaga pemasar seperti Poppy. Tidak jarang pada saat dirinya mengenalkan apa itu animasi ke sebuah perusahaan dan menawarkannya, kemudian ditanggapi berbeda. "Namun saya tetap cuek aja jualan. Saya sudah tahu dan siap dengan risiko seperti itu," kata wanita yang mengaku puas dengan segala yang dilakoninya saat masih lajang itu. "Saya selalu ada di peringkat lima besar saat SD dan SMP. Namun karena bandel dan suka bolos, di SMA saya

sudah terlempar jauh dari lima besar," ujarnya tergelak.

Berbagi dengan Suami

"Buat saya hidup itu yang penting happy," kata Poppy. Oleh karena itu, Poppy merasa sangat kesal jika seusai menonton film kemudian dia merasa sumpek dan menyesal. "Mending saya baca dulu resensinya biar nggak nyesel. Dan biasanya saya lebih memilih film bertema drama karena mempunyai pesan kehidupan yang bisa ditangkap. Daripada nonton Arnold (Schwarzenegger) berantem," katanya. Namun untuk menambah wawasan dan apresiasi seninya, hampir setiap film yang diputar di festival selalu ditontonnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

"Dalam hidup, saya selalu menggunakan konsep dan menganut keterbukaan," kata wanita yang tidak suka memasak ini. Dalam menata kehidupan rumah tangganya, Poppy membagi semua urusan rumah berdua dengan sang suami. "Kalau masalah taman rumah dan kain gorden, sudah pasti saya yang ngurusin, tetapi kalau instalasi rumah jadi tugas suami saya," katanya. Namun tidak tertutup kemungkinan Poppy berbagi tugas saat Lebaran tiba dan pembantu harus mudik. "Saya mau melakukan apa saja kecuali menyetrika. Saya benci banget," ujarnya sengit.

Poppy merasakan benar didikan disiplin yang ketat dari orang tua yang saat ini justru tinggal di Kanada bersama tiga saudaranya yang lain. Setiap hari Poppy sudah muncul di kantornya sebelum pukul 09.00.

"Dengan begitu saya bisa mengantisipasi apa yang harus saya kerjakan hari ini. Tentu saja ini bisa menjadi contoh buat anak buah saya yang kebanyakan masih muda," kata penggemar segala jenis musik ini. Kalau sedang melakukan pekerjaan, Poppy suka mendengarkan musik pop. Namun kalau sedang ingin sendirian, ia membaca dan mendengarkan musik klasik. Maka untuk amannya, Poppy mematikan telepon dan tidak

mau menerima tamu.

Mengaku pernah punya masalah dengan berat badan yaitu saat kuliah di Kanada, timbangan Poppy melonjak naik sampai 10 kg. Dia sempat melakukan diet secara membabi buta, tidak makan makanan yang mengandung karbohidrat, hanya menyantap sayur dan buah, tetapi tubuhnya masih tambun saja. "Bagaimana mau berhasil, wong setiap jam 12 tengah malam saya pasti bangun kelaparan. Dan saya sikat makanan lebih banyak dari porsi sebenarnya," katanya tergelak.

Karena serius ingin kembali ke berat idealnya, maka Poppy membeli buku panduan nutrisi. "Nggak enak kalau gendut. Rasanya gerak saya nggak bebas dan kerja juga tidak optimal," katanya. Namun sekarang Poppy tidak perlu berdiet lagi. Pasalnya, sejak membuka kantor cabang Red Rocket di Jakarta tiga bulan yang lalu, Poppy harus rela bolak-balik antara Jakarta dan Bandung naik kereta api--tiga hari di Jakarta dan tiga hari di Bandung.

Bermimpi Jadi Walt Disney-nya Indonesia

Jika ditanya tentang masa depan animasi di Indonesia, Poppy mengernyitkan dahi. "Masih jauh dari industri animasi yang seharusnya. Sulit sekali menjalankan dan mempertahankan animasi di Indonesia. Dalam industri animasi semua pelakunya harus work smart dan bukan work hard. Apalagi kalau terus memikirkan profit, wah, susah deh. Ditambah lagi televisi swasta lebih memilih mengimpor film dari Jepang daripada memproduksi sendiri," kata wanita yang tiap Idul Fitri selalu mengunjungi keluarganya di Kanada ini.

Sekarang Poppy memang sedang menikmati kerja kerasnya selama tujuh tahun terakhir, walau masih jauh dari apa yang menjadi impiannya, menjadi Walt Disney-nya panggung animasi Indonesia. Selain itu, hasil karyanya ditayangkan di stasiun televisi Asia Tenggara dan negara-negara daratan Eropa, serta dimuat di koran, majalah dan radio ternama.

Berbagai penghargaan pun berhasil diperolehnya, antara lain adalah penerima medali World Young Business Achievement 1999, sebagai nominator pada Festival Animasi Internasional di Los Angeles lewat tayangan teve komersial Rinso Bebas Banjir tahun 1997, juara Festival Animasi Asia lewat Keong Kecil dan Rumahnya, dan Nominator Festival Animasi Asia lewat Dongeng Kilip dan Putri Bulan tahun 1997, juga mewakili Asia Tenggara dalam Festival Animasi Asia di Jepang pada 1996.

Biarpun sekarang ini nama Poppy Palele sudah makin dikenal orang, Poppy enggan jika harus dianggap terkenal. "Saya lebih suka berada di belakang," ungkapnya. Mulanya Poppy sering diminta menjadi pembicara dalam seminar atau acara-acara bertema animasi, tetapi belakangan dia menolak. "Saya nggak suka bicara di seminar kemudian orang bertepuk tangan untuk saya," ujarnya.

Ada satu kebiasaan yang mungkin tidak pernah disadari oleh karyawannya, yaitu Poppy selalu "menghilang" pada hari ulang tahunnya. Karena terbiasa mempunyai jadwal yang padat, jadi nyaris tidak ada kecurigaan kalau Poppy tidak nongol, padahal semua karyawan di kantor sudah menyiapkan kue ulang tahun.

Namun tidak demikian halnya apabila Red Rocket yang merayakan ulang tahun. Kantor Red Rocket yang artistik pasti dihias ramai. Poppy bersama seluruh karyawannya selalu mengadakan piknik ke luar kota. Asyiknya lagi, perayaan tersebut berlangsung selama tujuh hari berturut-turut.

Itulah dunia seorang Poppy yang sedang mengejar impiannya, pelopor animasi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Google